awanbyru.com

Januari 29, 2011

Sang Mercusuar

Sabtu, Januari 29, 2011 0
Sang Mercusuar


Langit masih gelap,
angin seakan tak mau berhenti menderu,
bintang-bintang belum juga nampak,
dan entah sampai kapan badai ini akan terhenti.

Sekoci kecil itu terombang-ambing ombak,
tanpa navigasi mengambang tak pasti,
biduk besar telah karam dihajar ombak,
badai datang menerjang para pencari mimpi.

Nyaris tak ada yang tersisa,
asa sekoci terendam buih,
hanya bertahan untuk tak tenggelam,
benamkan mimpi bertemu tepian,
janji nahkoda tinggalah janji,
mimpi wanita dalam sekoci berakhir di sini.

Setitik cahaya bekerjap dalam gelap,
timbulkan hasrat dari asa yang tersisa,
wanita dalam sekoci yang rindu cahaya,
begitu lama tersesat dalam gelap,
tepian kini bukanlah mimpi,
titik cahaya pemandu navigasi,
dan ke sanalah sekoci itu menuju.

Tegak berdiri kaku sendiri,
didera ombak terhantam badai,
tergerus dingin tertampar terik,
meredam bosan tanya di hati,
apa guna tetap berdiri.

Seminggu sudah suarnya tak mati,
amarah badai belum juga terhenti,
malam gulita siang pun gelap,
sangsikan suarnya menembus pekat.

Kegilaan badai mulai berkurang,
daya pandangnya mulai terkembang,
jauh terlihat titik hitam mendekat,
terseret ombak yang tak lagi liat,
tak terkira bahagia saat ini,
kiranya dia masih berguna kali ini,
saat tehnologi mengambil alih peran navigasi.

Nyala suarnya semakin benderang,
seolah menyambut cinta lamanya yang hilang,
tekadnya cuma satu untuk memandu,
doanya pun begitu sederhana,
semoga penumpang sekoci itu mendarat selamat.

Titik cahaya itu kini mulai terang,
wanita dalam sekoci mulai tersenyum tenang,
wujud sumber cahaya tampak dalam bayang,
gagah menjulang ditengah lautan,
bangkitkan semangat untuk segera pulang.

Fajar telah datang,
ombak badai pun telah terbungkam,
sesak pekat dahsyatnya lautan telah sirna,
langit mulai benderang,
mentari muncul saat sekoci tiba di mercusuar.

Wanita dalam sekoci termangu menatap titik cahaya bermula,
air matanya mengalir teringat kerjap titik cahaya di dalam pekat,
begitu wibawa menjulang di dalam bayang gelap,
dan menara itu tidaklah mempesona di dalam terang.

Tubuhnya mulai ringkih terkikis ombak,
dindingnya dingin digerus kesendirian,
catnya pun pudar termakan hukum alam,
guratkan derita yang berkepanjangan,
dan menara itu berbentuk nyaris tanpa estetika.

Sang mercusuar kembali dalam kesendirian,
lautan telah tenang,
langit berhiaskan gemintang,
dia tetap tegak berdiri,
meskipun nyaris tanpa arti.

Wanita dalam sekoci telah pergi,
kembali pulang ke pelukan gedung-gedung menjulang,
kerjap titik cahaya di kegelapan tak lagi bermakna,
sang mercusuar pun perlahan terlupakan.

Saat amuk badai telah berhenti,
hal seperti ini sudah pernah terjadi.


---
Kudus, saat hujan datang kembali.

Januari 23, 2011

Ratap Pendosa

Minggu, Januari 23, 2011 0
Ratap Pendosa


Bila kamu sedang berdo'a kepada Tuhan,
tolong sampaikan padaNya,
agar kembali mendekat padaku,
dan memaafkan semua khilafku.

Pastinya dirimu bertanya,
kenapa bukan aku saja yang meminta?
kenapa bukan aku saja yang mendekat?
jelas Tuhan tak butuh aku,
dan sebaliknya akulah yang selalu membutuhkanNya!

Sesungguhnya aku terlalu malu untuk meminta,
sesungguhnya aku terlalu hina untuk dekatiNya,
dan aku pun terlalu takut,
jika ternyata aku sudah kembali dekat nantinya,
kembali aku mengulang kesalahan yang sama.

Begitu banyak janji yang tak mampu aku tepati,
begitu banyak kewajiban yang aku abaikan,
namun Dia tetap menjagaku,
Dia tetap mengasihiku,
hingga aku menjadi begitu malu,
dan teramat muak pada diriku.....

Jika kamu berdoa pada Tuhan,
mohonkan ampunan untukku,
mintakan terang jalanku,
dan sampaikan salam "aku rindu!"

Januari 22, 2011

Hancur

Sabtu, Januari 22, 2011 0
Hancur
Ketika bicara tentang gunung berapi, 
entah berapa jiwa yang ikut bersama letusannya. 
Ketika membahas angin, 
begitu banyak nelayan yang tak bisa ke laut terhalang badai. 
Ketika melihat hutan, 
yang tersisa asap tebal dan sisa kayu yang terbakar. 
Bahkan hujan pun tak lagi menyenangkan. 
Karena genangannya yang selalu tertinggal merendam. 

Binatang diperlakukan sebagai mahluk bodoh tanpa peran, 
dan tumbuhan tak lagi dianggap miliki arti. 
Elemen-elemen alam telah terabaikan, 
dan jiwa-jiwa suci beranjak pergi. 
Yang tersisa cuma bencana, 
diiringi ratap derita anak manusia. 

Tanah berhak marah, 
udara pun mulai berbisa. 
Api tak lagi terkendali, 
air lebih dari mengalir. 
Unsur-unsur semesta mulai murka, 
lantakkan dunia yang penuh durjana. 

Saat kehancuran mendekat, 
masihkah manusia teringat?
Ketika alam tak terkendali
akankah tanda-tanda itu dikenali?
manusia sadarlah!!!!!
Sumber gambar: Google 

Desember 03, 2010

Dan Kutemukan Jawaban

Jumat, Desember 03, 2010 2
Dan Kutemukan Jawaban
Malam mulai berganti dan pagi telah menanti. Dingin dini hari ini akibat hujan yang mengguyur lebat mulai menyusupi tubuh kurus ini. Dan seperti biasa di dalam kegelapan ini aku tetap duduk di bangku tua yang ada di beranda rumah tua itu. Seperti malam-malam sebelumnya hanya duduk terdiam dengan sebatang rokok dalam hisapan yang menemani kesendirian.
Jelang pagi ini teramat sunyi, bahkan suara jangkrik tak ada satu pun yang terdengar walau hujan telah reda, hanya hembusan angin yang menimbulkan suara daun mangga di depan rumah yang saling bergesekan. Dan pikiranku pun semakin gila, mendadak saja muncul pertanyaan-pertanyaan tolol yang memenuhi rongga kepala ini. Mungkin setan telah berbisik di dalam hatiku hingga terbersit pertanyaan-pertanyaan ini.
Aku mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan, benarkah Tuhan itu ada?
Mengapa tak ada satu pun yang tahu seperti apa bentuk-NYA?
Belum selesai pertanyaan ini terjawab oleh otakku, muncul lagi pertanyaan yang tak kalah konyolnya, kini kupertanyakan takdir, benarkah takdir itu ada dan tiap manusia memiliki takdirnya masing-masing?
Dalam kegelapan pikirku aku coba usir pertanyaan-pertanyaan edan tersebut, ah ini pasti perbuatan setan yang coba goyahkan keyakinan, ealah dasar setan kini di otakku muncul lagi satu pertanyaan kenapa setan dihukum Tuhan dengan dimasukkan ke dalam neraka?
Bukankah setan terbuat dari api sama halnya dengan neraka, tentu ini tak akan menyakiti setan sama sekali karena terbuat dari unsur yang sama, apakah ini satu kesalahan Tuhan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus mengganguku hingga fajar menjelang, dingin angin malam tak lagi kurasa dan tak terasa nyaris sebungkus rokok telah kuhabiskan. Sekonyong-konyong aku berteriak "SETAAAAAANNNNNNNNNN" dan kutampar pipiku dengan begitu kerasnya. Teramat keras hingga mampu buatku tersadar dan kurasakan begitu sakit pipi ini. Dan kemudian aku pun tertawa terbahak-bahak saat kusadari ternyata jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku terjawab dengan sendirinya.
Kurasakan sakit saat kutampar pipiku ini, aku tahu rasa sakit itu tapi aku tidak pernah bertemu wujudnya sakit, begitu pula Tuhan meskipun aku tak pernah melihat wujud-Nya namun aku bisa merasakan keberadaan-Nya.
Aku tak pernah bermimpi untuk menampar diriku sendiri dan aku pun tak pernah sekali pun merencanakannya, inilah sebagian dari yang dinamakan takdir.
Pipiku terbuat dari kulit begitu pula telapak tangan ini, namun tetap saja menyakitkan rasa tamparan itu. Pastinya neraka akan tetap menjadi tempat yang menyakitkan buat setan biarpun terbuat dari unsur yang sama.
Sayup-sayup adzan subuh berkumandang dan aku pun berdiri dari bangku tua itu sembari bersyukur akhirnya kutemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang hadir malam ini.

Sumber gambar: putriwidia.wordpress.com


Desember 02, 2010

Dua Desember

Kamis, Desember 02, 2010 1
Dua Desember


Hari ini,
tak ada lagi puisi yang tercipta,
dan hari ini, 
tak ada lagi rangkaian kata tercipta.
Mati ide, 
lumpuh aksara.

Hari ini, 
malam teramat sempurna,
dan hari ini, 
gugusan bintang terangkai mesra. 
Ucapkan do'amu, 
temukan harapmu.

Hari ini, 
memang lain dengan setahun lalu,
dan hari ini, 
juga beda dengan dua atau tiga tahun yang lalu. 
Dua Desember, 
akan selalu sama buatmu.

Hari ini, 
ucapkanlah do'amu,
dan hari ini.
yakinilah semua asamu. 
Dan segera, 
'kan terwujud keinginanmu.

Happy birthday to you :)