Percikan dalam Gelap - awanbyru.com

April 21, 2025

Percikan dalam Gelap

Malam menjelang eksekusi misi tak lagi terasa seperti waktu. Ia menjadi tekanan atmosfer, memadat dalam dada, menyelusup di celah napas, menyusupi percakapan dengan senyap.

Lorong rel kini lebih mirip ruang takdir. Masing-masing anggota duduk di pojok sendiri, seperti pion yang tak tahu apakah papan sedang dimainkan atau sudah diputuskan dari awal.

Mak Gin membersihkan selongsong peluru dari resin sintetis—bukan untuk menembak, tapi untuk mengelabui sensor penciuman lebah. Ia mengulum batang rokok mati sambil berkata pelan, “Kalau gagal, tak akan ada sisa jasad. Tapi mungkin... akan ada sisa ide.

Koma Simat menempelkan alat kecil ke tenggorokannya. Prototipe terakhir: modul peniru suara tinggi-level.

Dengan ini, aku bisa bilang ‘akses disetujui’ dengan suara kepala Divisi Sensorik,” katanya bangga.

Lika hanya mengangguk, lalu melirik Lira yang sedang mencoret-coret ulang denah jalur pelarian.

Ada yang berubah?” tanya Lika.

Lira menjawab tanpa menoleh. “Ada. Kita.

---

Malam itu, hanya Lira dan Pakel yang masih terjaga. Di ujung lorong, dekat generator kecil yang mendesis lembut, mereka berbicara pelan.

Aku tahu kau dulu pengkhianat,” kata Lira tiba-tiba.

Pakel tak membantah. “Kau juga tahu aku bisa jadi pengkhianat lagi.

Lira mengangguk. “Tapi aku juga tahu kau memilih diam-diam menarik Lika saat dia jatuh, bukan karena perintahku. Tapi karena kau ingin jadi berbeda dari dirimu yang dulu.

Sunyi sesaat.

Pakel akhirnya berkata, “Kalau aku mati, pastikan sistem tahu siapa yang menjual rancangan awal lebah pengawas itu ke rezim. Namanya *Cukong* Siwaja. Dia tak pernah muncul, tapi jejaknya ada di kartu jaringan ini.

Ia menyerahkan chip kecil ke Lira.

---

Pagi terakhir datang dengan cahaya neon dari atas lubang ventilasi. Lika menggambar garis kecil di pergelangan tangannya—kebiasaan lama, bukan untuk menyakiti diri, tapi untuk mengingatkan bahwa ia masih bisa merasakan sesuatu.

Mak Gin memeriksa semua alat. “Jangan berharap sempurna. Harap saja sensor mereka ngantuk.

Koma, untuk pertama kalinya, diam. Ia hanya menatap kaca sisa pantulan dirinya, lalu berbisik, “Kalau aku tak kembali, putar suaraku. Tapi jangan yang serius. Putar yang aku tiru suara menteri mabuk.

Pakel menempelkan panel penutup dadanya, tempat menyembunyikan magnet penghenti arus drone. Ia berkata datar, “Semua sudah terprogram. Tapi jangan percaya penuh pada algoritma. Percaya pada kegilaan.

Lira berdiri, mengenakan jas hitam usang yang dulu milik ayahnya—seorang pembelot sistem yang mati tanpa nama.

Ia memandang satu per satu timnya.

Kita bukan keluarga. Tapi kita bukan musuh. Kita cuma... orang-orang yang tak ingin anak-anak tumbuh di bawah bayang-bayang lebah.

---

Tepat tengah malam, mereka mulai bergerak.

Dengan langkah senyap, melalui saluran air tua, lorong server, dan ventilasi di atas ruang penyimpanan.

Satu kesalahan, satu suara, dan lebah akan tahu.

Tapi malam itu, untuk sesaat, waktu seakan ikut memihak.

---
(To be continued…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar