Gedung pusat lebah generasi keempat berdiri seperti kuil dingin yang menyembah keteraturan. Tak ada suara manusia, hanya dengung mesin dan gemuruh lebah mikro—penjaga algoritma yang tak kenal lelah.
Lorong-lorong putih itu seperti dilapisi karet—sunyi, steril, memantulkan langkah mereka yang terukur. Koma Simat membuka jalur dengan modul suara: “Akses disetujui.” Pintu terbuka. Tidak ada alarm.
Mak Gin menyebar resin sintetis di celah langit-langit, menipu sistem penciuman lebah yang mengenali suhu tubuh lewat aroma hormon stres.
Di ruang kontrol kedua, Lika menempelkan pemindai palsu ke panel retina. Ia tak bicara banyak. Tangannya gemetar sedikit, tapi berhasil.
“Lanjut ke server primer,” bisik Lira.
Pakel memimpin. Di dadanya, panel magnetik mulai menghangat. Ia tahu, begitu medan dilepaskan, drone akan kehilangan koordinasi selama tiga detik—cukup untuk menyusupkan virus Lira.
Namun di koridor ketiga, segalanya berubah.
Satu lebah mikro tiba-tiba menukik turun dari ventilasi—lebih cepat dari seharusnya. Mak Gin yang paling dekat. Ia menengadah.
“Waktunya bukan milik kita lagi,” ucapnya.
Dengan satu gerakan cepat, ia melempar modul jamming ke arah lebah. Ledakan senyap. Mak Gin terdorong mundur.
“Aku bisa tahan sini. Lanjutkan. Sistem akan adaptasi kalau kita diam.”
“Kau pasti—” Lira protes.
Tapi Mak Gin sudah menutup pintu baja secara manual dari dalam.
Dari speaker kecil, terdengar suaranya terakhir kali: “Kalau gagal, bilang pada siapa pun... bahwa manusia tetap bisa memilih. Bahkan saat tak ada pilihan.”
---
Di ruang pusat, cahaya biru menyala dari inti lebah. Ratusan koneksi neural menjulur seperti akar.
Lira memasukkan chip Pakel. Sistem menolak.
“Verifikasi diperlukan,” bunyi suara otomatis.
Koma maju. Modul peniru suara mulai bekerja. “Otorisasi: Siwaja… Nomor kode: dua-satu-tiga… izin akses terbuka.”
Sistem ragu. Namun, lambat-lambat... pintu terbuka.
Virus Lira mulai bekerja. Satu per satu protokol sensorik meleleh seperti lilin.
Namun, sistem itu terlalu cerdas. Ia belajar dari invasi.
“Deteksi pola asing. Inisiasi isolasi lokal.”
Lika menjerit. Satu lebah menancap di bahunya—menginjeksikan pelacak.
“Teruskan!” ia berteriak. “Kalau mereka tahu aku di sini, gunakan itu sebagai umpan keluar!”
---
Lira tahu. Tak ada misi tanpa harga.
Pakel berdiri di tengah array data.
“Sudah waktunya.”
Ia menekan saklar dadanya.
Medan magnet lepas. Semua drone melayang, lalu jatuh seperti abu.
“Virus terkirim,” ucap Lira.
Tapi di detik terakhir, layar menyala dengan satu kalimat:
“Apakah Anda yakin ingin menghapus sistem?”
Lira menatapnya. Dunia di luar menanti.
Tangannya gemetar.
Lalu ia menekan:
YA.
---
(To be continued…)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar