Di bawahnya, kata-kata berserakan. Potongan-potongan surat, catatan dari masa lalu, frasa yang pernah membawa harapan. Namun sekarang, itu hanyalah sisa-sisa—gema dari sesuatu yang berusaha keras dia baca dalam cahaya redup yang masih bertahan. "Apakah ini cukup?" bisik pikirannya.
Dia selalu bertanya pada bayangan. Yang ada di lantai, di dinding, di cermin yang tidak lagi berani dia temui. Bayangan yang tahu terlalu banyak tetapi tidak pernah menjawab dengan pasti. Mereka hanya berbisik—mengejeknya dengan kemungkinan, dengan ketidakpastian yang membuatnya lelah.
Dulu, ada tujuan. Masa depan yang terasa begitu nyata, seolah-olah dia bisa meraihnya dengan sedikit keberanian lagi. Namun kini, masa depan hanya kabut, fatamorgana yang semakin menjauh setiap kali ia mencoba melangkah maju.
Namun dalam keheningan, di antara kata-kata yang berserakan yang belum ia buang, satu janji tetap ada. Sebuah harapan yang belum lenyap.
Ia menarik napas dalam-dalam. Jari-jarinya melonggarkan cengkeramannya di rambutnya, perlahan meraih kertas-kertas yang berserakan di lantai. Di antara kertas-kertas itu, satu kata membuatnya berhenti sejenak.
Mulai.
Sebuah kata sederhana, tetapi cukup untuk membuatnya meragukan kesunyiannya sendiri. Bayangan-bayangan itu berbisik lagi, tetapi kali ini, ia memilih untuk tidak mendengarkan.
Mungkin, sudah waktunya untuk mencoba lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar