Sungguh hati siapa yang tak bergetar melihat burung dalam video ini begitu fasih memuji kebesaran Tuhan. Aku sendiri kurang tau burung ini jenis apa, daripada bingung sebut saja "Beo" (kalau kamu tak sepakat ya tak mengapa). Toh level ketidaktahuanku tentang jenis burung dalam video ini sebanding dengan ketidaktahuanku tentang keaslian bunyi yang diucapkan sang burung.
Tak jadi soal buatku apakah dalam video ini sang Beo menggunakan ahli sulih suara atau memang benar ini adalah suara aslinya. Yang aku rasakan saat menonton video ini bukanlah ketakjuban dan kegumunan, justru kegelisahan di hati yang aku alami.
Aku merasakan bahwa diri tak jauh beda dengan beo yang ada dalam video; begitu fasih memuji Asma Tuhan, begitu ceriwis ngomong segala hal, tas tis cap cis cus memukau banyak orang tapi kenyataannya tak pernah tahu tentang apa yang baru saja diucapkan.
Yang aku lakukan cuma meniru apa yang dikatakan dan dilakukan orang. Pun semasa sekolah aku cuma diajari menghapal pelajaran, dimana dua tambah tiga adalah lima tanpa pernah mengerti kenapa bisa lima bukannya tujuh atau malah tiga. Semakin banyak yang aku hapal maka nilai bagus akan jadi jaminan. Nominal dikejar dijadikan tujuan.
Sampai setua ini aku masih sama dengan Beo dalam video, aku cuma bisa meniru menghapal apa yang ada di sekitarku. Aku cuma bisa teriak si Anu Komunis, si Itu Syiah, si Inu Kafir, si Ini Wahabi dan sebagainya tanpa mengerti pasti apa yang keluar dari mulutku.
Bagaimana aku bisa berkata si Anu Komunis padahal aku tak pernah mengenal Anu secara personal? Karena sekitarku mengatakan seperti itu. Aku cuma mengulang apa yang aku dengar berulang-ulang.
"Anut-anut batang curut" itu kata bocah-bocah di kampungku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar