Pagi itu berkumpul empat hewan buas di depan gua hutan Tanjung yang ada di pulau Halimunda. Mereka adalah Macan, Rubah, Sanca, dan Ajak. Keempatnya bersepakat untuk membentuk satu koalisi perburuan. Sanca mendesis membisikkan rencananya menyergap Menjangan saat minum di telaga siang nanti.
Matahari sudah mulai tinggi. Masing-masing anggota koalisi sudah menempati lokasi yang direncanakan Sanca untuk menyergap Menjangan. Ajak kebagian tugas untuk menyerang saat Menjangan melepas dahaga di telaga. Dari tempatnya bersembunyi, Ajak diam memantau situasi. Bagaimanapun ini pengalaman pertama Ajak berburu bersama hewan lain, biasanya ia berburu bersama kawanannya sendiri. Ia tak ingin gagal kali ini.
Seekor Menjangan muda melangkah ringan menuju telaga. Telaga begitu sepi, Menjangan menaikkan telinganya memastikan situasi, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Merasa aman, ia bergerak pelan ke pinggir telaga. Sekali lagi menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum bibirnya dijulurkan untuk meminum air telaga. Baru satu tegukan air membasahi kerongkongannya, Menjangan merasakan ada gerakan dari arah kiri, terkesiap ia melihat seekor Ajak yang merangsek menuju ke arahnya. Dengan cepat Menjangan melompat dan berlari diikuti Ajak yang mulai menyalak mengabarkan perburuan telah dimulai.
Kaki-kaki ramping Menjangan membuatnya mampu bergerak lincah di dalam hutan Tanjung. Sesekali Menjangan menoleh ke belakang melihat Ajak yang terus saja menyalak biarpun langkahnya makin tertinggal. Menjangan merasa tenang karena yang mengejarnya cuma seekor Ajak. Beberapa purnama sebelumnya ia berhasil lolos dari sekawanan Ajak yang memburunya. Menjangan yakin setelah satu tikungan di depan, Ajak tersebut akan kehilangan jejaknya.
Sampai di tikungan kejutan menanti Menjangan. Belum sempat ia berbelok seekor Rubah menerkam punggungnya. Menjangan menjatuhkan diri bergulingan hingga cengkeraman Rubah lepas dari punggungnya. Dengan membawa pedih di punggungnya Menjangan berlari diikuti Rubah dan Ajak yang kini tepat di belakangnya. Menjangan mulai panik karena di depan hanya ada padang ilalang. Kalau ia berlari ke sana tak ada tempat sembunyi buatnya.
Menjangan memutuskan untuk berlari menuju lembah, untuk mencapainya ia harus melalui satu celah sempit. Ajak terus mengejar sambil menyalak, Rubah pun terlihat begitu semangat memburu, air liur menetesi taringnya terbayang empuk gurih daging Menjangan. Keduanya tak mau melepaskan buruan mereka yang telah terluka.
Celah sempit menuju lembah sudah terlihat, Menjangan menambah kecepatannya. Tiba-tiba nyeri terasa di pangkal paha kanannya. Sanca menggigit pangkal pahanya dan bersiap untuk membelit tubuhnya. Menjangan menjungkalkan tubuhnya ke depan dengan gerakan yang seperti tidak di sengaja, namun itu sudah cukup untuk membuat Sanca kehilangan momentum untuk membelit tubuh Menjangan. Segera Menjangan bangkit dan dengan kedua kaki depannya ia menginjak tubuh Sanca, hingga Sanca terpaksa melepaskan gigitan di paha kanan kaki belakang Menjangan.
Menjangan kembali berlari mencoba menyelamatkan diri. Di depan celah sempit sudah ada Ajak yang menyalak semakin galak, sedangkan di belakangnya Rubah menggeram siap menerkam, sedangkan Sanca sudah kembali siaga. Ke arah padang ilalang Menjangan itu berlari diikuti tiga pemburunya yang saling tersenyum penuh arti.
Ilalang yang tinggi membuat Menjangan kesulitan melihat. Yang ia lakukan cuma berlari ke depan secepatnya. Menjangan tahu tepat dibelakangnya ada Rubah, Ajak, dan Sanca yang bersiap menyantapnya. Dalam panik pelariannya, Menjangan tak menyangka Macan menerkamnya langsung dari arah depan. Menjangan terjatuh dan mencoba bangkit lagi, namun Macan lebih sigap. Sekali lompatan digigitnya tengkuk buruannya. Menjangan roboh tak lagi merasakan apa-apa.
Empat anggota koalisi perburuan telah berkumpul di depan tubuh Menjangan yang tak lagi bergerak. Bagaimana daging hasil buruan itu akan mereka bagi, itulah yang kini jadi masalah. Sampai kemudian Macan berkata:
"Untukku seperempat bagian saja, bagilah yang adil sama rata."
Rubah kemudian menguliti bangkai Menjangan itu dan membagi dagingnya menjadi empat bagian.
Macan kemudian mendekati keempat gundukan daging tersebut. Matanya nyalang menatap tiga teman berburunya. Sambil menggeram Macan berkata:
"Seperempat bagian untukku karena akulah raja hutan ini. Seperempat bagian lagi untukku karena aku yang mendirikan koalisi perburuan ini. Sedangkan yang seperempat bagian lagi adalah hakku karena aku yang merobohkan Menjangan ini hingga tak berdaya. Untuk yang seperempat bagian terakhir, aku ingin tahu adakah diantara kalian bertiga yang berani mengambilnya?"
Ajak langsung membalikkan badan berjalan dengan langkah lemas diikuti Rubah dan Sanca. Masing-masing mengumpat dalam hati.
"DASAR PENGUASA."
Januari 20, 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar